Mayako Matsumoto Vs ‘Rezeki anak sholeh’
Agustus 02, 2018
Beberapa hari yang lalu, teman dekat saya, bercerita bahwa
anaknya yang baru kelas satu SD, dibekali tempat minum Tupperware, hilang di dalam kelas.
Sebenarnya awalnya begini, ketika keluar dari kelas dan baru sampai gerbang sekolah, teman saya ngeh, koq botol Tupperware yang dibawa anaknya enggak ada di tas. Lalu,
segeralah teman saya dan anaknya itu kembali ke kelas. Eh, ternyata botolnya
sudah tidak ada. Dicari disetiap kolong bangku pun tak ditemukan. Ya ampun,
padahal ketinggalannya baru beberapa meter doang. Tapi subhanallah, sudah raib
entah kemana. Meski sudah ditanya sana-sini, tapi enggak ada yang tahu.Sebenarnya awalnya begini, ketika keluar dari kelas dan baru sampai gerbang sekolah, teman saya ngeh, koq botol Tupperware yang dibawa anaknya enggak ada di tas. Lalu,
sumber gambar di sini
Guys, tahu kan Tupperware. Plastik yang paling bikin
emak-emak jadi amat sangat teliti. Karena emang harganya juga lumayan, bo. Hehehe.
Wajarlah, kalau kita kaum emak, nampak menjaga ketat keberadaan barang yang satu itu. Enggak peduli walaupun kaum bapak bilang, ‘ealah Cuma plastik dong.’ Dan ini bahkan seringkali jadi miskomunikasi antara para bapak dan ibu. Sampai-sampai bapak-bapak jika dibawakan benda itu, mesti menerima sekian kali ocehan istrinya yang mengingatkan untuk menjaga Tupperware dengan baik dan benar dan selamat sampai di rumah. Hehehe.
Wajarlah, kalau kita kaum emak, nampak menjaga ketat keberadaan barang yang satu itu. Enggak peduli walaupun kaum bapak bilang, ‘ealah Cuma plastik dong.’ Dan ini bahkan seringkali jadi miskomunikasi antara para bapak dan ibu. Sampai-sampai bapak-bapak jika dibawakan benda itu, mesti menerima sekian kali ocehan istrinya yang mengingatkan untuk menjaga Tupperware dengan baik dan benar dan selamat sampai di rumah. Hehehe.
Anyway, saya nyebutin Tupperware gini bukan karena diendors
ya, hahaha. Ya kali kalaupun ada tim Tupperware mau endorse di blog saya, boleh
lah, nanti langsung japri via email ya! #GeERlevelDewa. Wkwkwkwk.
Kejadian Tupperware hilang dan enggak balik lagi itu enggak Cuma
satu kali doang. Enggak Cuma dialami sama teman saya aja. Saya juga pernah
kehilangan Tupperware. Rasanya emang enggak enak. Tapi, masih mending kehilangan
Tupperware sih, daripada kehilangan kamu. Eaaaa. Ngok.
Nah, masalahnya adalah, di lingkungan kita bebanyakan, enggak
Cuma kasus Tupperware aja yang hilang terus enggak balik lagi. Banyak juga
barang lainnya yang sering kali, harapan untuk bisa kembali lagi dengan
selamat, 50 persen ke bawah.
Beda dengan dengan
yang terjadi di Jepang. Seperti dilansir dari sini (https://amp.tirto.id//budaya-jujur-di-jepang-sudah-diasah-sejak-dini-ctmi)
seorang anak bernama Mayako Matsumoto mengembalikkan sebuah dompet berisi
sekitar 100 dolar AS kepada pihak kepolisian dengan ditemani oleh ibunya.
Enggak Cuma soal dompet, soal barang-barang lainnya seperti
laptop, bahkan payung, seperti yang dikisahkan di berita-berita lainnya, yang
walaupun harganya enggak seberapa, tapi tetap dikembalikkan pada yang
memilikinya, minimal menitipkannya kepada kepolisian, dan emang dijamin amanah
sih.
Nah, solusinya gimana nih?
sumber gambar dari sini
Pertama,
emang harus dimulai sejak dini. Dimulai dari
lingkup keluarga. So, penting banget bagi kita para orang tua untuk menjadikan
diri kita teladan bagi anak-anak kita. Jangan dibiasakan kalau nemu sesuatu
dijalan, “wah, rezeki anak sholeh!” seberapapun harga nominalnya. Kontradiksi banget
lah. Mana mungkin orang sholeh asal comot barang yang bukan haknya? Hehehe. Lah
iya kan? Karena toh, barang temuan itu bukan milik kita.
Kedua,
sering-sering diberikan edukasi menarik mengenai
kejujuran. Nah di sini, peran pekerja kreatif, menjadi sangat membantu. Seperti
halnya serial Dodo dan Syamil. Ada di salah satu serialnya yang menginspirasi
hal itu. Atau bacaan buku dan dongen-dongeng yang menginpirasikan tentang
kejujuran.
Beberapa waktu lalu, salah satu channel youtuber Indonesia,
juga melakukan sosial eksperimen sosial, mengenai tes kejujuran ini. Ria ricis
dan teamnya, membuat adegan seolah-olah ada uang jatuh. Hanya untuk mengetes,
apakah yang melihat uang jatuh tersebut akan berusaha mencari siapa pemiliknya
lalu mengembalikkannya,atau justeru malah diambil untuk jajan sendiri. Dan hasil
sosial eksperimen itu ternyata variatif. Kalau boleh memberi rating pun,
tayangan sosial eksperimen semacam itu, juga bisa mengedukasi masyarakat.
Ketiga,
adanya teladan dari public figure
Bicara moral emang enggak ada habisnya. Maka, alangkah
bijaknya, kalau setiap public figure, entah itu pemerintahan atau tokoh-tokoh
terkenal, mampu mencontohkan kejujuran ini pada seluruh masyarakat.
Nah, bagi umat muslim, sebenarnya sudah ada contohnya sejak
dahulu kala. Karena, rosulullah saw, adalah sebenar-sebenar suri tauladan yang
baik, bahkan sebelum menjadi nabi pun, beliau sudah mendapatkan gelar AL-amin,
karena kejujurannya.
Maka, alangkah ironisnya, bila kita sebagai umat Rosulullah,
belum mau menjalankan kesadaran untuk senantiasa jujur.
Keempat,
kurikulum moral.
Hehehe, bicara kurikulum juga enggak ada habisnya. Karena,
biasanya ganti menteri ya ganti lagi kebijakannya.
Nah, alangkah kerennya kalau di setiap instansi atau lembaga pendidikan, lebih konsen lagi untuk menerapkan moral yang baik. Bukan sekadar teori. Seperti yang sering diceritakan oleh suami saya, bahwa di sekolah alam Amani Karawang, juga sangat konsen dengan penerapan pendidikan moral ini.
Nah, alangkah kerennya kalau di setiap instansi atau lembaga pendidikan, lebih konsen lagi untuk menerapkan moral yang baik. Bukan sekadar teori. Seperti yang sering diceritakan oleh suami saya, bahwa di sekolah alam Amani Karawang, juga sangat konsen dengan penerapan pendidikan moral ini.
Nah, buibu, pakbapak, penting juga nih, survey sekolah yang
bisa membimbing anak-anak kita jadi peduli dengan morality. Eits, tentu saja,
bukan berarti setelah kita menemukan sekolah yang ideal, kita lantas menyerahkan
segala tanggungjawab edukasi pada sekolah. Karena, seideal apapun sebuah
sekolah, tetap para orangtua atau wali anak yang menjadi benteng terakhir pada
proses pembelajaran anak.
Saya sangat bangga dan salut pada mereka yang senantiasa
jujur kapanpun dan dimana pun. Lalu bagaimana dengan yang pernah tidak jujur? Okay,
yang lalu biarlah berlalu. Kita mungkin pernah khilaf, pernah tidak jujur yang
hanya kita dan TUhan yang saja yang mengetahuinya. Namun, alangkah lebih baik
lagi, setelah ini, kita sama-sama untuk berusaha jujur, bahkan ketika menemukan
barang semurah apapun di tempat yang paling sepi sekalipun.
Ternyata pendidikan karakter, moral, terutama kejujuran
sejak dini emang penting banget. Dan yang pasti harus diimbangi dengan
lingkungan yang juga serius ingin menjadi bangsa yang lebih bermoral. Kalau kejujuran
sudah ditanamkan sejak dini, bukan tidak mungkin korupsi yang ada di negeri ini
juga akan berkurang. Insya Allah.
Emang enggak gampang sih. Tapi juga bukan tidak mungkin kita
bisa menerapkannya. Istilahnya nih, masa negara Jepang yang notabene ‘atheis’
saja bisa mengaplikasikan kejujuran, kita yang negara nya mayoritas muslim ini,
masa enggak bisa? So, jawabannya adalah harus
lebih bisa lagi. Insya Allah pasti bisa. #optimisPrime, eh itu mah optimus :D
sumber gambar di sini
Dan ternyata tepat sekali pepatah lama yang menyebutkan,
bahwa perubahan itu ibda' bin nafsik, dimulai dari diri sendiri, mulai dari
yang kecil, dan mulai dari sekarang.
See, setelah ini, semoga enggak ada lagi yang teriak “rezeki
anak sholeh” ketika menemukan sesuatu yang bukan haknya. Malu sama Mayako.
Salam,
Djayanti Nakhla Andonesi
22 komentar
Bener banget, memang sebaiknya kita menyadari batasan hak kita dengan hak orang lain. dan ini harus mulai di tanamkan pada anak sejak dini
BalasHapusSetuju :)
Hapus19 Agustus 2018 07.01
Wah... hati2 bener ya pake kalimat "rezeki anak soleh". Yap, orangtua harus memberikan contoh dan menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya
BalasHapusIya, hati2 bener dah kita jadinya hehehe
Hapus19 Agustus 2018 07.02
Iya mulai dari diri sendiri kalau hanya asal tunjuk tapi diri sendiri tidak mau berubah dengan kebiasaan salah dan buruk , bahaya sekali nantinya.
BalasHapusIya mbak, semua harus dimulai dari diri sendiri ya ❤
Hapus19 Agustus 2018 07.03
Rezeki anak sholeh ini yg akhirnya memunculkan koruptor2 kakap di Indonesia. Hiy, jangan sampai. Jujur dan amanah afalah dua hal yg penting, semoga kita dan keturunan kita mampu mengamalkannya.
BalasHapusAamiin ❤
Hapus19 Agustus 2018 07.04
Benar banget sering baca komik Korea dan Jepang, kalau ada barang kayak dompet, bungkusan dll ilang, carinya di pos polisi ada yang balikin biasanya, amazing
BalasHapusTermasuk komik Chibi maruko chan ya mbak hehehe
Hapus19 Agustus 2018 07.05
Aku jarang sih bilang itu apalagi teriak, hahaha
BalasHapusIya mbak, lagian kan jadi kontradiktif yak 😄
Hapus19 Agustus 2018 07.06
Rejeki anak soleh... semoga gak ada unsur pamer ketika kita mengucapkan kalimat itu
BalasHapusYoyoi om
Hapus19 Agustus 2018 07.08
miris yaa.. kalau di Jepang dan negara maju lainnya ada benda2 yg ketinggalan dan memang tidak tahu siapa pemiliknya biasanya lsg diserahkan ke pos satpam.
BalasHapusIya mbak, di sini pun harus digalakkan bersama perihal itu
Hapus19 Agustus 2018 07.11
MasyaAllah masih ada orang yang seperti ini mba, semoga kelak anak anak kita berjiwa besar yah
BalasHapusaamiin :)
HapusCuma gara-gara tupperware uruanya bisa panjang banget gini ya wkwk.
BalasHapusTapi jadi banyak pelajaran yang didapat :)
wkwkwk, betul yang penting ada pelajarannya yak
Hapussetuju banget sama tulisan ini. pr juga nih buatku biar bisa mengajarkan nilai-nilai yang baik ke anakku nanti
BalasHapusaamiin :)
Hapus