Pentingnya Berdamai dengan Diri Sendiri
Oktober 21, 2020
Setelah beres mengajar bimbel, saya masuk ke ruang AL-mukminun (cieee yang udah moveon, biasanya saya kelepasan bilang bahwa itu adalah kelas AL-anbiya :D). Setelah beberapa menit duduk, tiba-tiba bu Nadya dan Bu Ike kompak mengucapkan, happy anniv, lalu semua yang hadir menimpali, dan mendoakan. Saya mengaminkan, meskipun sebenarnya malu sendiri, mana enggak bawa apa-apa lagi, maklum lagi bo to the kek, wkwkwk, astagfirullah, maafkan gaes :D
Tapi alhamdulillah, saya tetap bersyukur karena masih
diberikan rezeki sehat, rezeki diamanahi pasangan yang baik, anak yang baik, teman-teman
yang baik, lingkungan yang baik, dan lain-lain. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau
dustakan?
Mudah-mudahan rezeki yang baca tulisan ini selalu melimpah
ya ^_^ aamiin
Oh ya, jadi kemarin tuh para guru MUTI bertemu kembali
dengan Bu Ayu. Yang qodarullah sedang stay di Karawang hingga beberapa hari. Sehingga
Bunda Diana pun mengajak kami untuk berkumpul, temu kangen sekalian ada yang
akan beliau sharingkan.
Nah, jadi kemarin Bunda Diana memberikan ilmu yang
didapatnya dalam sebuah program konselor. Jazakillah khoiron katsir, bun^-^
Sebelumnya mohon maaf ya, kalau ada tulisan yang kurang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh bunda. Karena ini hanya insight versi saya --sebuah usaha untuk tetap merawat pemahaman pribadi dengan tulisan.
Yang intinya, kita harus berdamai dengan diri kita sendiri.
Maksudnya bagaimana?
Jadi gini, setiap kita, pasti memiliki
masa lalu dan berbagai peristiwa dalam hidup. Ada yang menyenangkan, dan tentu
saja ada yang tidak menyenangkan.
Hal-hal yang tidak menyenangkan inilah yang kadang menjadi
efek tidak baik ke depan, bila kita belum menyelesaikannya dengan diri kita
sendiri.
Misal, saat kita sedang bermasalah dengan seseorang, entah
itu anak, pasangan, orang tua, ataupun orang lain, mungkin secara kasat mata,
kita seolah sudah menyelesaikannya. Tapi pada kenyataannya, sering kali kita
belum benar-benar menyelesaikannya dengan diri kita sendiri. Dengan kata lain,
kita belum berdamai dengan diri kita sendiri.
Apa sih tanda kita sudah selesai dengan diri kita sendiri?
- Saat orang lain melakukan kesalahan, entah itu sengaja atau tidak, yang berkaitan dengan diri kita, kita tidak mudah tersulut amarah.
- Tidak dendam pada orang atau hal-hal yang membuat kita tidak nyaman
- Sudah memaafkan, yang jika mengingatnya pun tidak terasa perasaan apa-apa
- Lebih tenang, enjoy the moment.
Contohnya seperti yang sudah dialami Bunda Diana –konselor
kita, beliau bercerita, dulu sebelum beliau berdamai dengan dirinya, saat
mendapati anak yang tidak langsung nurut atau berbuat kesalahan pada beliau,
maka beliau akan marah. Pun ketika mendapati ketidaksepakatan dengan sang
suami, ataupun hal-hal lain yang tidak nyaman, maka beliau akan ngambek.
Dan itu sering.
Tapi, ketika bunda sudah berdamai dengan diri sendiri, yang
terjadi justeru ajaib. Anandanya justeru sekarang kalau dimintai tolong tuh
langsung mengerjakan. Biasanya, beuh. Misal, minta tolongnya sekarang, tapi besok
sampai tujuh kali ganti mentri pendidikan juga masih belum juga dikerjain
(eh ini yang nulisnya lebay sih, maap :D), sampai akhirnya bunda sendiri yang ngerjain.
Ataupun ketika sang ananda tidak sengaja memecahkan piring, bunda menanggapinya dengan tenang dan santai. Saking santainya, anandanya justeru panik dan langsung bertanggungjawab :D
Sungguh takjub sendiri bunda dibuatnya, semenarik itu jika
kita fokus untuk berdamai dengan diri sendiri.
Pun dengan hal lain, yang ternyata saat kita fokus untuk
berdamai dengan diri sendiri, mau seperti apapun orang yang kita hadapi,
sederhana atapun pelik masalahnya, mau apapun peristiwanya, apapun kegondokan
yang dirasakan, apapun ketidaknyamanan yang dialami, apapun itu akan ada jalan
keluarnya, atau paling tidak hati menjadi jauh lebih tenang.
Bukankah ketenangan itu adalah rezeki yang tidak ternilai?
Bagaimana caranya agar kita berdamai dengan diri sendiri? SELF TALK
Caranya dengan beberapa hal berikut ini:
· Maaf
Ajak diri kita untuk mengobrol dengan diri kita sendiri. Karena
sebenarnya kita itu punya dua sisi. Sisi baik, dan sisi buruk. Nah, ajak diri
kita untuk mengurai itu.
Jika si sisi buruk sudah mulai berulah, seperti rasa marah,
kesal, sakit hati, tersinggung, merasa tidak dihargai, dan sejuta rasa yang
menghampiri, satu hal yang pertama kali perlu dilakukan, TERIMA semua perasaan itu. Misal, saya
bicara pada diri saya sendiri :
“Dije, oke kamu sedang marah, kamu sedang sakit hati, its
oke, aku terima kamu sedang marah. Sini aku peluk” ucapkan itu sambil memeluk
diri sendiri.
Memeluk diri sendiri? Wait! it sounds weird, yes. But it works.
Peluklah tubuh kita, yang 24 jam bekerja terus dengan
izinNya. Tubuh yang sering kali kita abaikan. Padahal diri kita adalah
kesatuan, jasmani dan rohani, tapi kita sering mengabaikan salah satunya, atau
bahkan keduanya. Astagfirullah.
Maka, mintalah maaf pada diri kita sendiri. Maaf atas
hal-hal yang tidak baik yang telah terjadi. Maaf karena mungkin pernah ada hal
yang tidak halal yang masuk ke dalam tubuh, maaf atas keteledoran, ambisi atau
keinginan yang berlebihan, keputusan-keputusan yang seringkali diambil tanpa
melibatkan seutuhnya diri kita.
Maaf karena telah membiarkan amarah, dendam, kekesalan, luka
dan berbagai energi negatif singgah terlalu lama di dalam diri.
Dengan kata lain, saat kita memaafkan orang lain, kita sedang memaafkan diri kita sendiri, dan sebaliknya, ketima kita berusaha memaafkan diri sendiri maka kita akan mudah untuk memaafkan orang lain.
Setelah meminta maaf pada diri, hempaskan semua perasaan tidak nyaman itu, perlahan-lahan. Karena sejatinya semua energi negatif itu perlu kita hempaskan jika memang kita menyayangi diri kita sendiri. Karena, adalah naif, jika kita menyayangi diri kita sendiri tapi kita tidak mau melepas hal-hal negatif pada diri kita.
Baca juga : Manajemen emosi orang tua terhadap PJJ di masa pandemi
Cara melepaskannya pun bisa dengan berbagai metode. Ada dengan
cara menuliskannya, keluarkan semua energi negatif dalam tulisan. Ada juga
dengan cara media benda, misal bantal. Yang dengan bantal itu, kita bisa
mengeluarkan energi negatif boleh dengan cara menimpakan pukulan pada bantal
itu, seolah-olah bantal itu adalah orang yang membuat kita kesal. Catatan,
media harus berbentuk barang yang aman, bukan makhluk hidup atau malah anak
atau pasangan yang menjadi sasaran pukulan—na’udzubillah.
Ada juga, metode mengeluarkan energi negatif dengan
berkebun, atau justeru tafakkur alam, dll. Semua metode itu merupakan pilihan sesuai
minat dan selera masing-masing orang.
· Terima kasih
Masih dengan memeluk, ucapkan terima kasih kepada diri kita
sendiri, karena sudah hebat bertahan dan berjuang menghadapi semua ujian hidup
yang telah dilalui.
Kita mungkin sering mengapresiasi orang lain, tapi jangan
lupakan juga untuk berterima kasih pada diri sendiri dengan tulus saat self
talk.
Terima kasih karena sudah menjadi pemeran utama dalam hidup
yang diemban. Terima kasih karena tubuh kita selalu bekerja 24 jam dengan atau
tanpa kita sadari. Terima kasih karena sudah mau menerima apapun yang telah diri
ini lakukan. Terima kasih karena sudah bersama-sama berjuang sejauh ini. Terima
kasih untuk senantiasa mau diberikan nasehat. Terima kasih karena mau sama-sama
berlapang dada. Terima kasih, mata, hidung, telinga, jantung, paru-paru,
pencernaan, tangan, kaki, kulit dan setiap inci anggota tubuh tanpa terkecuali,
yang telah menemani diri ini sampai di usia saat ini. Terima kasih wahai diri
yang tersayang.
· Afirmasi positif
Berikan afirmasi positif pada diri kita saat sedang self
talk. Karena afirmasi positif ini sangat dibutuhkan oleh diri kita.
We are what we think. So, keep positif thinking. Betapa
semuanya telah di design Allah untuk mendidik kita agar menjadi hamba yang
lebih baik.
· Ulangi ketiga poin di atas
Setiap masalah atau peristiwa, ada yang proses berdamainya
cepat, ada juga yang butuh waktu yang tidak sebentar. Maka, terus saja lakukan
poin-poin di atas. Sampai diri kita merasa tenang, dan saat mengingat orang
atau peristiwa yang tidak menyenangkan, tidak muncul perasaan apapun alias
netral.
Ya, pada akhirnya, semua ini tentang penerimaan kita
terhadap diri kita sendiri. Penerimaan terhadap ketentuan dan skenario Allah.
Maka setelah kita berdamai dengan
diri kita, insyaAllah hidup jadi lebih tenang dan bahagia. Dan ketenangan serta
kebahagiaan itu pula yang nantinya secara otomatis akan terbagikan pada
orang-orang di sekitar kita. insyaAllah.
Jadi, kapan mau berdamai dengan diri sendiri? Yuks, lebih
cepat lebih baik, apalagi bagi yang masih single, penting banget menuntaskan dan menyelesaikan dengan diri sendiri, sebelum nanti menikah, karena kalau sudah menikah, yang harus diselesaikannya pasti lebih bervariasi ^_^
Salam,
Djayanti Nakhla A
4 komentar
keknya seiring bertambahnya umur otomatis damai sendiri deh dg diri. etapi ada jg sih yg makin tua makin nyolot. ini intinya mengubah diri ya, bkn orla, heuheu
BalasHapusPembukanya walau nggak terlalu paham, tapi cukup menghibur
BalasHapusBerterima kasih pada diri sendiri itu mungkin seperti beristirahat yang cukup setelah bekerja keras kali ya, Mbak. Tulisan yang sangat mencerahkan
BalasHapusPerlu banget ya kita selalu mengasah diri ini untuk semakin bijak dan memaafkan diri sendiri
BalasHapus