Refleksi Negeri di Ujung Tanduk
Maret 31, 2018
Dalam postingan sebelumnya, di sini, saya menyarankan agar
Tere Liye melanjutkan kisah Negeri Para Bedebah yang memang ciamik tapi masih
ngegantung itu. Dan ternyata, emang udah ada lanjutan sekuelnya.
Jadi, emang saya nya aja yang telat bacanya, hahaha. Wong Negeri Para Bedebah terbit 2012, saya bacanya 2018. Hahahaha. Tapi, konten ceritanya masih sesuai dengan keadaan zaman now koq. Dan inilah sekuel nya : Negeri di Ujung Tanduk.
Jadi, emang saya nya aja yang telat bacanya, hahaha. Wong Negeri Para Bedebah terbit 2012, saya bacanya 2018. Hahahaha. Tapi, konten ceritanya masih sesuai dengan keadaan zaman now koq. Dan inilah sekuel nya : Negeri di Ujung Tanduk.
Nah. Ternyata,
harapan saya agar Thomas segera dapat melabuhkan hati di sekuel selanjutnya, belum terwujud. Tapi yang nampaknya sesuai tebakan saya adalah di sekuelnya ini, banyak tokoh baru bermunculan.
harapan saya agar Thomas segera dapat melabuhkan hati di sekuel selanjutnya, belum terwujud. Tapi yang nampaknya sesuai tebakan saya adalah di sekuelnya ini, banyak tokoh baru bermunculan.
Adalah Maryam, seorang wartawati yang boleh dibilang
memiliki kesamaan nasib dengan Julia. Karena harus bersusah payah mengejar
jadwal Thomas hanya untuk wawancara. Dan pada saatnya bertemu, malah dia
kecipratan masalah. Hehehe.
Tapi, Tere Liye, agak mengubah sedikit karakter orang yang menemaninya selama konflik berlangsung itu. Kalau karakter Julia kan, cerewetnya minta ampun. Kalau Maryam, agak cool.
Tapi, Tere Liye, agak mengubah sedikit karakter orang yang menemaninya selama konflik berlangsung itu. Kalau karakter Julia kan, cerewetnya minta ampun. Kalau Maryam, agak cool.
Nah, tokoh lain yang muncul adalah pengganti tokoh Tunga dan
Wusdi. Di novel Negeri Para Bedebah, keduanya “modiar” dikhianati oleh sesama pengkhianat.
Nah, dalam Negeri di Ujung Tanduk ini, karakter yang jauh lebih ‘ular’ ada di
petinggi mereka.
Dan masih ada lagi tokoh-tokoh lain.
Alur & setting
Masih khas novel sebelumnya, setting novel ini hanya
menceritakan kejadian beberapa hari saja. Dan uniknya, selalu pas weekend. Hahaha.
Sedangkan alurnya alur maju. Sesekali penguatan tentang konflik yang ada
hubungannya dari masa lalu ini, ditulis ulang dalam huruf bercetak miring.
Mafia Hukum
Negeri di Ujung Tanduk ini, banyak sekali memberikan kita
wawasan, khususnya dibidang hukum. Dan Novel ini seolah membisikkan pada
telinga kita bahawa mafia hukum itu ada. Pantas saja, kasus hukum Munir sampai
sekarang masih jauh panggang dari api. Padahal, untuk teknologi secanggih
sekarang, mengapa tak juga selesai diusut kalau memang niat diusut?
Dalam Negeri di Ujung Tanduk ini, para saksi ahli yang
melibatkan banyak pihak, yang jika dia berhasil masuk ke persidangan, maka akan
ada banyak pihak yang tertangkap. Seperti efek domino. Hal itu yang menyebabkan
mobil yang membawa Om Liem tabrakan, tepatnya sengaja ditabrak. Om Liem diculik
dan dianiaya, agar tak bisa memberikan kesaksian.
Membaca episode itu, saya jadi teringat kasus Novel
Baswedan. Yang menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi ‘domino’ di negeri antah
berantah itu, yang ternyata naas menerima perlakuan buruk dari pihak yang
sepertinya tak ingin kebenarannya terungkap.
Saya juga jadi ingat kasus korupsi E-KTP. Pantas saja proses
hukumnya begitu alot. Karena mungkin seperti kasus Bank Semesta yang ada di
NEgeri Para BEdebah, yang melibatkan banyak pihak, bahkan sampai petinggi
negara sekalipun. Sehingga akan sulit sekali ditegakkan hukumnya, jika para
bedebah itu banyak di dalamnya. Bedanya,
kalau kasus Bank SEmesta di Novel Negeri Para BEdebah itu fiksi, sementara
kasus E-KTP itu nyata. Tapi kesamaannya ada, sama-sama melibatkan banyak pihak.
Dan masih banyak kasus lainnya yang saya tak hendak
mengabsennya di postingan ini. Tapi, intinya, Tere Liye seolah ingin mengatakan
kepada kita, bahwa semua kasus yang proses hukumnya terasa begitu janggal dan a
lot itu dikarenakan adanya mafia hukum. Mafia yang wujudnya seolah tak ada,
namun mengerikannya melebihi Susana.
Kejutan
Dalam hemat saya, di novel ini tidak terlalu banyak kejutan
seperti pada novel pertamanya. Tapi, kejutan-kejutan yang ada dalam Negeri di
Ujung Tanduk ini, justeru seluruhnya lebih masuk akal. Karena kan kalau di
novel sebelumnya, seperti yang sudah saya tulis di postingan ini, ada kejutan
yang terasa janggal, misalnya kehadiran Rudi saat Thomas menyamar jadi kurir
Pizza.
Dan kejutan yang paling saya suka di sekuelnya ini adalah, saat konflik pengejaran maupun penyergapan yang terjadi di hongkong.
Pesan
Novel Negeri di Ujung Tanduk ini seperti refleksi negara
kita sih kalau boleh saya bilang. Ada banyak orang yang begitu ingin berkuasa,
dengan semua janjinya yang omong kosong. Kenapa omong kosong? Karena bahkan
hampir 4 tahun berkuasa, janji-janji yang dikeluarkannya sama sekali tidak
terbukti. Bahkan sampai membuat Slank dan Iwan Fals menyanyi lagi, menagih
janji #eh ini mah di negeri antah berantah ya hahaha. #fokus fokus
Tapi, apakah semua politikus hanya membual? Tidak. Karena,
ternyata masih ada yang benar-benar murni ingin menyejahterakan rakyatnya. Bahkan
ingin menegakkan hukum setegak-tegaknya, seperti tokoh yang menjadi klien
Thomas di novel ini. Yang bahkan, untuk urusan biaya penerbangan pun dia tak
memakai uang rakyat jika itu taka da hubungannya dengan kepentingan rakyat. Ya Allah,
semoga beneran bisa dapat pemimpin kayak gini.
Dan kalau saat ini ada banyak pro dan kontra seperti soal
hastag #gantipresiden, itu wajar.
Mari kita berkaca pada Om Liem. Om Liem itu baik. BAIK. Tapi,
langkahnya salah. Sistem yang dia jalankan keliru. Kepribadian OM LIEM memang
BAIK. Tapi ada mafia di belakangnya yang sangat tidak baik. Dan sialnya, om Liem
ini ketergantungan pada para mafia itu.
So, kalau ada orang yang ingin mengganti OM LIEM, saya rasa
wajar. Mereka yang ingin ‘mengganti’ OM LIEM tahu kalau OM LIEm itu baik, tapi
Langkah dan sistemnya tidak.
Begitupun jika ada orang yang pasang hastag #gantipresiden, bukan karena kepribadian presidennya tidak baik, tapi lebih kepada langkah dan sistem yang dijalankannya tidak sesuai dengan janji-janji yang diucapkannya saat kampanye dulu. #Ealah. Koq ini jadi meleber kemana-mana bahasannya, hahaha, maaf ya kalau ada yang tersinggung, kan niatnya bahas Novel loh. hehehehe.
Begitupun jika ada orang yang pasang hastag #gantipresiden, bukan karena kepribadian presidennya tidak baik, tapi lebih kepada langkah dan sistem yang dijalankannya tidak sesuai dengan janji-janji yang diucapkannya saat kampanye dulu. #Ealah. Koq ini jadi meleber kemana-mana bahasannya, hahaha, maaf ya kalau ada yang tersinggung, kan niatnya bahas Novel loh. hehehehe.
Kekurangan
Ada yang kurang sreg di novel ini. Seperti yang
terjadi di novel pertamanya, yakni saat ponsel Thomas disita oleh kepolisian,
dan Thomas dapat pinjaman ponsel lain. Mengapa Thomas langsung bisa menghubungi
Maggie? Begitupun dengan Maryam yang langsung bisa menghubungi rekan-rekannya. Memangnya
keduanya hapal di luar kepala nomor sebanyak itu? Atau bisa jadi memang Tere
Liye sengaja menyiratkan kepada pembaca, kalau Thomas dan Maryam memang cerdas
banget visualnya hehehe.
Dan yang paling kentara sih, pada halaman 171, penyebutan
Maryam dan Maggie ketuker saat menjelaskan susasana menelpon di kantor Kris.
Quotes
Nah, ada banyak Quotes yang bisa ditemukan dalam Novel
Negeri di Ujung Tanduk ini.
Seperti pada halaman 115-116
“…. Presiden
negeri ini. Beliaulah pemilik komando tertinggi dalam jihad mulia menegakkan
hukum. Mengacu pada konstitus, Presidenlah pendekar paling sakti,paling
berkuasa, dan paling menentukan ke arah mana hukum akan dijalankan. Ribuan pilisi
korup, presiden berwenang penuh mengurusnya. Mengganti seluruh pucuk pimpinan
kepolisian itu mudah, sepanjang ada niat dan BERANI.
Ribuan hakim berkhianat atas amanah yang diberikan, juga
mudah, mereka ada dibawah rantai komando presiden. Pun termasuk kejaksaan,
jaksa-jaksa yang bermain-main dengan hukum. Pun birokrat, hingga kepala desa
yang berbuat curang, mengurus KTP harus membayar, apapun itu.
PRESIDEN bisa memimpin perang besar-besaran terhadap
orang-orang yang bukan saja melanggar hukum tapi sedang menghina hukum negeri
ini.
Maka akan berbeda saat aku jadi
walikota atau gubernur, yang lebih fokus terhadap kesejahteraan rakyat, pendidikan
dan kesehatan mereka. Membuat mereka nyaman, tidak mengalami kemacetan, tidak
menderita kebanjiran, bisa mendapatkan upah minimum, dan bisa memenuhi
kebutuhan minimalnya.
Sebagai presiden, prioritas itu berubah. Penegakkan hukum,
demi Tuhan, penegakkan hukum adalah kunci semua masalah. Kita harus menyadari
hal ini. Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan kita
sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan karena
memiliki pengetahuan, kekuasaan atau sumber daya alam.
Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan
masing-masing, maka nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung
tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan. Ini negeri di ujung tanduk,
Thomas.”
Jadi, alangkah tidak wajarnya kalau ada sebuah negeri yang dipimpin oleh pemimpin
yang saat menghadapi masalah, dengan mudahnya mengatakan “bukan urusan saya,”
atau “saya tidak membaca apa yang saya tandatangani” karena, bukankah doi
presiden? #tepokjidat
Halaman
357.
“Kau
tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal : suhu dan tekanan
tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimakanya, semakin tinggi
tekanan yang diperolehnya. Jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru
berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya.
Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan
yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bisa
bertahan, tidak hancur, kita akan tumbuh menjadi seseorang yang berkarakter
laksana intan. Keras. Kokoh…”
Halaman
358
“Kau
tahu, Thomas, jarak antara akhir yang baik dan akhir dari semua cerita ini
hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu kepedulian.”
“Begitu juga hidup ini, Thomas, Kepedulian kita hari ini
akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya
sepele, tapi bisa besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian
itu besar, lebih besar lagi bedanya pada masa mendatang.”
Halaman
359
“…. Selalulah
menjadi anak muda yang peduli, memilih jalan suci penuh kemuliaan. Kau akan
menjalani kehidupan ini dengan penuh kehormatan. Kehormatan seorang petarung.”
Quotes pamungkas Tere Liye:
Di Negeri di Ujung Tanduk kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.
Di negeri di ujung tanduk, para penipu menjadi pemimpin,
para pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan,
tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Tapi, di negeri di ujung tanduk setidaknya, kawan,
seorang petarung sejati akan memilih jalan suci, meski habis seluruh darah di
badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri paling akhir demi membela kehormatan.
Judul buku : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis : Tere Liye
Tahun Terbit : April 2013
Tebal buku : 360 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustakan Utama
ISBN : 978 979 22 9429 3
Djayanti Nakhla
0 komentar