Antologi Penuh ‘Gizi’ Dari PECI untuk Negeri
Maret 31, 2021
Ada orang yang tertarik dengan sebuah buku itu dengan melihat cover-nya. Ada yang tertarik dengan judulnya. Ada juga yang tertarik ingin membaca karena sinopsisnya.
Atau ada juga yang tertarik untuk membaca itu karena melihat nama penulisnya. Bahkan ada juga yang tertarik karena kesemua hal yang disebutkan di atas ada di buku yang ada di hadapannya.
Nah, saya sendiri pertama kali berminat dengan buku ini adalah karena membaca judul bukunya.
Entah mengapa bagi saya, tema yang berkaitan dengan ayah selalu mudah menarik perhatian. Dan saya kira dengan judul buku “Papa idamanku” ini di dalamnya akan ada kisah seorang anak yang sedang mencari ayah tiri. Atau semacamnya. Saya penasaran.
Maka, jadilah saya memesan buku ini dengan antusias.
Namun, saat saya mulai membaca halaman demi halaman awal, perkiraan saya keliru. Karena ketika membaca bagian kisah yang dijadikan judul cover antologi tersebut, ternyata isinya tidak tentang membahas ayah tiri seperti yang saya duga sebelumnya. Wow, buku yang berukuran 20 cm ini ternyata memang ‘tidak semudah itu ditebaknya, ferguso.’ Hehehe.
Ya, di buku ini terdapat 11 cerita, yang ditulis oleh 10 orang anak berusia rentang antara sekolah dasar dan sekolah menengah. MasyaAllah, keren-keren sekali ananda ini. Masih cilik tapi sudah menelurkan prestasi menulis dengan baik seperti ini. Barokallahufikum!
Judul Buku : Papa Idamanku
Penulis : Farah Hasanah K., Dinda Rahmadhani, Cilya Hassya A., Khansa Humaira D., Naura Athaya S., M. Zaidan Al-Ghazi F., Dimitria Nareswari, Al-Fatikhatu S., Aulia Hayati H., Aura Cantika P.S.,
ISBN : 978-602-495-286-0
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Tebal Buku : 144 halaman
Cetakan : Maret 2020
Di dalam buku ini, kita akan bertemu dengan Anesa, seorang anak yang selalu Papa sebut paling cantik, baik hati, dan rajin menabung. Namun, Anesa merasa tidak nyaman dengan gaya Papa jika bicara terkesan lebay alias berlebihan. Sementara, teman Anesa malah nampak terhibur jika sedang berbicara dengan Papanya. Bahkan Anesa sebal, karena menurutnya Papanya sudah membuatnya malu dengan ucapan-ucapannya yang seperti pujangga!
Sampai suatu hari Anesa mengetahui fakta menarik yang selama ini disembunyikan oleh papa dan mamanya. Asal mula diketahuinya, karena kehadiran Netta, teman baru Anesa.
Netta adalah seorang anak yang hobi membaca dan menulis. Dia bercerita pada Anesa bahwa dia punya mimpi ingin bertemu dengan penulis senior, yang namanya ternyata mirip dengan nama ayah Anesa. Jangan-jangan, penulis yang Netta maksud adalah ayah Anesa? Dan ternyata, jawabannya? Silakan nanti teman-teman baca langsung di buku nya, ya. Supaya enggak spoiler-spoiler, amat. Hehehe.
Ketika membaca bagian ini, saya merasa tersentil, kadang rumput tetangga terlihat lebih hijau, ya. Namun ternyata... rumput kita juga indah, koq, kalau kita tahu cara menerima dan merawatnya!
Di novel antologi karya anak negeri ini, banyak sekali poin penting yang bisa kita petik. Di antaranya:
Yuk tabayyun!
Di bab ‘Papa Idamanku’, kita diingatkan kembali tentang pentingnya untuk tabayyun, alias mendengarkan langsung penjelasan dari orang yang bersangkutan. Apalagi di zaman sekarang, di mana arus informasi mengalir deras, sangat dibutuhkan dibutuhkan kejelian hati kita untuk menggali kebenarannya.
Percaya diri dan bersyukur, apapun kondisinya
Sering kali, di zaman sekarang ini, kita merasa insecure, entah itu mengenai penampilan, keadaan, status, atau apalah itu. Namun, di novel cilik ini, kita diajak untuk bersyukur dan percaya diri. Seperti yang tersirat di bagian ‘Sepatu Alma’ maupun ‘Bukan Bekal Biasa’, serta ‘Maafkan Aku Miu’.
Lejitkan potensi untuk hal yang bermanfaat
Kadang, kita tidak berkarya itu bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak tahu ilmunya. Atau saat kita tidak mencari jalan keluar ketika menemui kendala atau keterbatasan. Padahal, setiap kita punya potensi yang luar biasa yang telah Allah titipkan. Tinggal bagaimana kita mau memanfaatnya untuk kebaikan ummat atau tidak. Tinggal kita berusaha mencari jalan keluar saat kita buntu atau tidak. Nah, pesan-pesan itu tersirat di bagian ‘Sketsa Asa Syabia’ dan ‘Fira Pasti Bisa’.
Bertanggungjawab, minta maaf, memaafkan dan berterima kasih
Saya merasa takjub dengan untaian kisah yang ditulis ananda ini, karena ada pesan tersirat juga tentang bagaimana kita bertanggung jawab, saat melakukan kesalahan. Sering kali mungkin kita merasa selesai dengan minta maaf, tapi lupa tidak bertanggung jawab untuk memperbaikinya.
Atau sering kali kita merasa berada di posisi yang benar, padahal dengan memaafkan semuanya menjadi lebih mudah dijalankan. Atau sering kali kita lupa mengucapkan kata ajaib selanjutnya, yakni terima kasih. Padahal, itu sangat sederhana diucapkan namun bermakna luar biasa.
Hal-hal tersebut nampak di bagian ‘Bola Persahabatan’, ‘Kucing Bermata Biru di Tengah Hutan’ dan ‘Tangan Malaikat’.
Berbakti, menghormati, menghargai, menyayangi dan empati
Walaupun zaman sudah semakin canggih, namun seyogyanya ke lima hal ini tetap harus dilestarikan. Terutama kepada kedua orang tua, keluarga dan orang sekitar. Karena, setiap apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban dan imbalan dari Allah swt.,,
Nah, di antologi ini seolah mengingatkan kita juga, bahwa kita pasti tetap bisa menjadi manusia yang saling menghormati, penuh empati dan kasih sayang serta rasa solidaritas.
Sportif, jujur dan semangat menuntut ilmu
Ketiga hal ini juga sangat penting bagi keberlangsungan peradaban yang lebih baik. Tanpa ketiga hal ini, peradaban dan kehidupan yang madani akan tidak mudah diwujudkan. Maka, novel ini seolah berusaha untuk membantu mewujudkan peradaban manusia yang madani.
Seperti yang tertuang di bagian ‘Jadilah Kartini Sejati’, dan ‘Nasihat Rainbow Cake’.
Kelebihan novel ini
- Penuh dengan poin-poin penting untuk mengembangkan karakter
Anak-anak mengembangkan karakter melalui apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka lakukan berulang kali. –James Stenson
Maka, dengan hadirnya buku ini, sangat membantu anak-anak kita untuk membaca hal-hal yang positif, bahkan lebih dari itu, adanya penanaman akidah akhlak yang benar. Yang sangat diperlukan untuk keberlangsungan peradaban manusia.
- Memuat pembelajaran adab dan akhlak yang mudah dimengerti anak-anak
Adab dulu baru ilmu, begitu pepatah menyebutkan. Namun, ada baiknya, semuanya itu dilakukan beriringan.
Nah, buku antologi ini mampu sebagai media hiburan yang sangat penuh dengan nilai pendidikan, khususnya untuk anak usia dini hingga remaja, dengan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak karena ditulis oleh pandangan jernih anak-anak langsung.
- Sebagai renungan untuk orang dewasa dan referensi bacaan keluarga
Imam Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah, salah satu guru dari Imam Besar yakni imam Syafi'i rahimahullah, beliau pernah berkata bahwa salah satu tanda tawadhu adalah mau menerima kebenaran sekalipun datangnya dari anak kecil.
Maka, sebagai orang dewasa, membaca kumpulan kisah antologi yang ada di Novel Papa Idamanku ini, kita seperti diajak untuk tabularasa. Mengolah hati kita, apakah mampu dan mau rendah hati menerima siratan nasehat yang disajikan para penulis cilik ini.
Untuk itu, tidaklah heran bila buku ini, dan buku-buku PECI indiva menjadi rekomendasi literasi pilihan keluarga, khususnya keluarga muslim, karena tak hanya cocok untuk dibaca oleh anak, melainkan juga untuk orang dewasa.
Bukankah sejatinya, anak-anak yang menurut kita polos itu, sejatinya punya keistimewaan dengan caranya sendiri untuk menemukan kebenaran yang kadang terlewat dalam pandangan orang dewasa?
Dan saya takjub, mereka yang disebut masih cilik ini, punya potensi yang luar biasa dalam berdakwah sejak dini melalui tulisan. Tidak berlebihan rasanya bila saya katakan, mereka akan menjadi penulis besar nantinya bila terus diasah potensinya untuk kebaikan umat.
Kekurangan novel
Dalam pengamatan saya, di dalam buku ini dari segi cover, penulisannya sudah sangat baik, thumbs up untuk para penulis dan penyuntingnya.
Namun, hanya disayangkan, di dalam antologi ini, hanya ada satu anak laki-laki yang berhasil tergabung dalam antologi. Selebihnya anak perempuan semua, hehehe.
Saya tidak tahu apakah memang anak laki-laki zaman sekarang tidak terlalu berminat menulis, atau memang kebetulan yang mengirimkan tulisannya kebanyakan anak perempuan, sedangkan anak laki-laki tidak sempat atau tidak keburu mengirimkan tulisan? Hehehe.
Mudah-mudahan ke depannya, anak-anak bangsa Indonesia semakin melek literasi, baik perempuan maupun laki-laki. Supaya, bangsa Indonesia semakin lebih baik. Aamiin.
Sebagai penutup, saya mengutip Martin Luther King , JR yang berkata,
kecerdasan ditambah karakter –itulah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Maka, terima kasih Indiva Media Kreasi yang selalu berusaha mewujudkan hal tersebut. Bravo!
Salam,
Djayanti Nakhla
6 komentar
Kirain bocor semua cerita. Dugaan saya penulis itu bapaknya. Wkwkw....
BalasHapusBuku ini menarik. Moga bisa memilikinya. Karena buku inspiratif sedikit di pasar, selagi masih ada, dibeli untuk mendidik anak di rumah.
makasih kak udah mereviw ini.
Hehehe iya mbak, bagus untuk generasi skrg dan mendatang
Hapusnovel atau antologi mbak? kalo antologi novel keknya gak mungkin cuma 144 halaman. serialkah? tapi penulisnya banyak, hm. atau maksudnya kumpulan cerpen?
BalasHapusOh iya mbak, baru ngeh aku nulisnya novel wkwkwk, maklum SKS alias sistem kebut semalam nulisnya, jadi banyak erornya 😂 makasih mbak koreksinya ☺
HapusSemoga semakin banyak penulis cilik yang berhasil menerbitkan karya berkualitas seperti ini. PECI ini khasnya INDIVA banget. Terima kasih Indiva menjadi rumah yang ramah bagi penulis anak-anak.
BalasHapusSetuju. aamiin ya Allah
Hapus